Wednesday, April 12, 2017

Teknologi Pengolahan Pangan (Teknologi Emulsi)

Teknologi Pengolahan Pangan
Teknologi Emulsi

logo-politeknik-negeri-sriwijaya.jpg


DISUSUN OLEH:

Ade Yuniar A.               0611 3040 1005
Depi Oktari                   0611 3040 1009
Wanda Wahyudi                    0611 3040 1026


DOSEN PEMBIMBING :

Meilianti, S.T., M.T.



JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
2013

EMULSI

1. Pengertian Emulsi

Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi minyak dalam air. Sebaliknya, jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak sebagai fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam minyak. Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besardan akhirnya menjadi suatu fase tunggal yang memisah (Anonim, 1995). Emulsi merupakan preparat farmasi yang terdiri 2 atau lebih zat cair yang sebetulnya tdk dapat bercampur (immicible) biasanya air dengan minyak lemak. Salah satu dari zat cair tersebut tersebar berbentuk butiran-butiran kecil kedalam zat cair yang lain distabilkan dengan zat pengemulsi (emulgator/emulsifiying/surfactan). Sedang menurut Farmakope Indonesia edisi ke III, emulsi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat terdispersi dalam cairan pembawa distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfactan yang cocok.
Dalam batas emulsi, fase terdispers dianggap sebagai fase dalam dan medium dispersi sebagai fase luar atau kontinu. Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut emulsi minyak-dalam-air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi “m/a”. Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air-dalam-minyak dan dikenal sebagai emulsi ‘a/m”. Karena fase luar dari suatu emulsi bersifat kontinu, suatu emulsi minyak dalam air diencerkan atau ditambahkan dengan air atau suatu preparat dalam air. Umumnya untuk membuat suatu emulsi yang stabil, perlu fase ketiga atau bagian dari emulsi, yakni: zat pengemulsi (emulsifying egent). Tergantung pada konstituennya, viskositas emulsi dapat sangat bervariasi dan emulsi farmasi bisa disiapkan sebagai cairan atau semisolid (setengah padat) (Ansel, 1989).
Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar memperoleh emulsa yang stabil. Zat pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin, sapo dan lain-lain. Emulsa dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya merupakan zat seperti putih telur (Anief, 2000).
Konsistensi emulsi sangat beragam, mulai dari cairan yang mudah dituang hingga krim setengah padat. Umumnya krim minyak dalam airdibuat pada suhu tinggi, berbentuk cair pada suhu ini, kemudian didinginkan pada suhu kamar, dan menjadi padat akibat terjadinya solidifikasi fase internal. Dalam hal ini, tidak diperlukan perbandingan volume fase internal terhadap volume fase eksternal yang tinggi untuk menghasilkan sifat setengah padat, misalnya krim stearat atau krim pembersih adalah setengah padat dengan fase internal hanya hanya 15%. Sifat setengah padat emulsi air dalam minyak, biasanya diakibatkan oleh fase eksternal setengah padat (Anonim, 1995).
Polimer hidrofilik alam, semisintetik dan sintetik dapat dugunakan bersama surfakatan pada emulsi minyak dalam air karena akan terakumulasi pada antar permukaan dan juga meningkatkan kekentalan fase air, sehingga mengurangi kecepatan pembenrukan agregat tetesan. Agregasi biasanya diikuti dengan pemisahan emulsi yang relatif cepat menjadi fase yang kaya akan butiran dan yang miskin akan tetesan. Secara normal kerapatan minyak lebih rendah daripada kerapatan air, sehingga jika tetesan minyak dan agregat tetesan meningkat, terbentuk krim. Makin besar agregasi, makin besar ukuran tetesan dan makin besar pula kecepatan pembentukan krim (Anonim, 1995). Semua emulsi memerlukan bahan anti mikroba karena fase air mempermudah pertumbuhan mikroorganisme. Adanya pengawetan sangat penting untuk emulsi minyak dalam air karena kontaminasi fase eksternal mudah terjadi. Karena jamur dan ragi lebih sering ditemukan daripada bakteri, lebih diperlukan yang bersifat fungistatik atau bakteriostatik. Bakteri ternyata dapat menguraikan bahn pengemulsi ionik dan nonionik, gliserin dan sejumlah bahan pengemulsi alam seperti tragakan dan gom (Anonim, 1995).
Komponen utama emulsi berupa fase disper (zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil kedalam zat cair lain (fase internal)); Fase kontinyu (zat cair yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut (fase eksternal)); dan Emulgator (zat yang digunakan dalam kestabilan emulsi). Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun eksternal, maka emulsi digolongkan menjadi 2 : Emulsi tipe w/o (emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar ke dalam minyak, air berfungsi sebagai fase internal & minyak sebagai fase eksternal) dan Emulsi tipe o/w (emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar ke dalam air) (Ansel, 1989). Tujan pemakaian emulsi antara lain secara umum untuk mempersiapkan obat yang larut dalam air maupun minyak dalam satu campuran:
a.Emulsi dalam pemakaian dalam (peroral) umumnya tipe O/W
b.Emulsi untuk pemakaian luar dapat berbentuk O/W maupun W/O

2. Jenis-jenis Emulsi
2.1. Jenis-jenis Emulsi berdasarkan medium pendispersinya
Berdasarkan medium pendispersinya, emulsi dapat dibagi menjadi 4 jenis yaitu sebagai berikut:
1.      Emulsi Gas
Emulsi gas dapat disebut juga aerosol cair yang adalah emulsi dalam medium pendispersi gas. Pada aerosol cair, seperti; hairspray dan obat nyamuk dalam kemasan kaleng, untuk dapat membentuk system koloid atau menghasilkan semprot aerosol yang diperlukan, dibutuhkan bantuan bahan pendorong/ propelan aerosol, anatar lain; CFC (klorofuorokarbon atau Freon). Aerosol cair juga memiliki sifat-sifat seperti sol liofob; efek Tyndall, gerak Brown, dan kestabilan dengan muatan partikel.
Contoh: dalam hutan yang lebat, cahaya matahari akan disebarkan oleh partikel-partikel koloid dari sistem koloid kabut adalah merupakan contoh efek Tyndall pada aerosol cair.
2.      Emulsi Cair
Emulsi cair melibatkan dua zat cair yang tercampur, tetapi tidak dapat saling melarutkan, dapt juga disebut zat cair polar &zat cair non-polar. Biasanya salah satu zat cair ini adalah air (zat cair polar) dan zat lainnya; minyak (zat cair non-polar). Emulsi cair itu sendiri dapat digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu; emulsi minyak dalam air (contoh: susu yang terdiri dari lemak yang terdispersi dalam air,jadi butiran minyak di dalam air), atau emulsi air dalam minyak (contoh: margarine yang terdiri dari air yang terdispersi dalam minyak, jadi butiran air dalam minyak).
3.      Emulsi Padat atau gel
Gel adalah emulsi dalam medium pendispersi zat padat, dapat juga dianggap sebagai hasil bentukkan dari penggumpalan sebagian sol cair. Partikel-partikel sol akan bergabung untuk membentuk suatu rantai panjang pada proses penggumpalan ini. Rantai tersebut akan saling bertaut sehingga membentuk suatu struktur padatan di mana medium pendispersi cair terperangkap dalam lubang-lubang struktur tersebut. Sehingga, terbentuklah suatu massa berpori yang semi-padat dengan struktur gel. Ada dua jenis gel, yaitu:

(i) Gel elastic
Karena ikatan partikel pada rantai adalah adalah gaya tarik-menarik yang relatif tidak kuat, sehingga gel ini bersifat elastis. Maksudnya adalah gel ini dapat berubah bentuk jika diberi gaya dan dapat kembali ke bentuk awal bila gaya tersebut ditiadakan. Gel elastis dapat dibuat dengan mendinginkan sol iofil yang cukup pekat. Contoh gel elastis adalah gelatin dan sabun.
(ii) Gel non-elastis
Karena ikatan pada rantai berupa ikatan kovalen yang cukup kuat, maka gel ini dapat bersifat non-elastis. Maksudnya adalah gel ini tidak memiliki sifat elastis, gel ini tidak akan berubah jika diberi suatu gaya. Salah satu contoh gel ini adalah gel silica yang dapat dibuat dengan reaksi kia; menambahkan HCl pekat ke dalam larutan natrium silikat, sehingga molekul-molekul asam silikat yang terbentuk akan terpolimerisasi dan membentuk gel silika.

2.2. Jenis-jenis Emulsi Berdasarkan Kestabilannya
1.      Emulsi temporer
Emulsi yang memerlukan pengocokan kuat sebelum digunakan dan biasanya memiliki viscositas rendah. Contoh: frech dressing yang terbuat dari minyak, cuka dan bumbu kering.
2.      Emulsi semipermanen
Emulsi yang mempunyai viscositas kental seperti krim. Contoh: salad dressing yang mengandung sirup, madu, dan condensed soup atau stabiliser komersil seperti gum dan pectin.
3.      Emulsi permanen
Emulsi yang mempunyai viscositas tinggi yang akan memperlambat penggumpalan fase terdispersi.

2.3. Tipe-tipe Emulsi
1.      Emulsi A/M yaitu butiran-butiran air terdispersi dalam minyak sebagai fase kontinyu Contoh : mayonnaise, minyak ikan, minyak bumi.
2.      Emulsi M/A yaitu butiran-butiran minyak terdispersi dalam air sebagai fase kontinyu
Contoh : santan, susu, lateks.

3. Sifat-sifat Emulsi

3.1. Sifat-sifat Fisik Emulsi
  1. Penampakan
Penampakan emulsi sangat bervariasi, ada yang tampak jernih dan ada yang tampak keruh seperti susu. Penampakan ini pada dasarnya dipengaruhi oleh ukuran partikel emulsi dan perbedaan indeks bias antara fase terdispersi dan medium disperse. Pada prinsipnya emulsi yang tampak jernih hanya mungkin terbentuk bila indeks bias kedua fasenya sama atau ukuran partikel terdispersinya lebih kecil dari panjang gelombang cahaya sehingga tidak terjadi refraksi. Pada tabel dapat dilihat hubungan antara ukuran partikel emulsi dengan penampakannya.
  1. Viskositas
Viskositas emulsi bervariasi sekali, mulai dari yang berupa cairan, baik encer maupun kental, sampai ada yang terbentuk seperti pasta atau gel. Faktor-faktor yang mempengaruhi viskositas suatu emulsi adalah viskositas medium disperse, persentase volume medium disperse, ukuran partikel fase terdispersi dan jenis serta konsentrasi emulsifier/stabiliser yang digunakan. Pada umumnya makin tinggi viskositas dan persentase medium, maka makin tinggi viskositas emulsinya. Demikian juga makin kecil ukuran partikel suatu emulsi, maka semakin tinggi viskositasnya dan makin tinggi konsentrasi emulsifier/stabilizer yang digunakan, maka makin tinggi pula viskositasnya seperti yang ditampilkan pada table 2.
Tabel 2. Hubungan antara ukuran partikel emulsi dengan penampakannya.
Ukuran Partikel
Penampakan
Makroglobula
>1 mikron
0.1 – 1 mikron
0.05 – 0.1 mikron
< 0.05 mikron
Kedua fasenya dapat dibedakan
Tampak putih seperti susu
Tampak biru keputihan
Abu-abu agak transparan
Transparan

  1. Dispersibilitas dan Daya Emulsi.
Dispersibilitas atau daya larut suatu emulsi ditentukan oleh medium dispersinya. Bila medium dispersinya air, maka emulsinya dapat diencerkan dengan air. Sebaliknya bila medium dispersinya lemak, maka emulsinya dapat dilarutkan dengan minyak.
Daya emulsi atau kemudahan membentuk emulsi dari suatu emulsi yang kental atau berbentuk pasta dipengaruhi oleh jenis dan nilai HLB emulsifier. Konsentrasi emulsifier yang ditambahkan juga berpengaruh terhadap daya emulsi.
  1. Ukuran partikel Emulsi
Ukuran pertikel emulsi tergantung pada perlakuan mekanis dan total inersi yang diberikan pada waktu pembuatannya, perbedaan vikositas antara fase terdispersi dan medium disperse, tipe dan konsentrasi emulsifier yang digunakan serta lama penyimpanan.
Pada umumnya partikel emulsi mempunyai diameter lebih kecil dari 0.25 mikron dan partikel terbesarnya berdiameter sampai 50 mikron. Distribusi ukuran partikel ini dapat dideterminasi dengan mengukur 500 – 2000 partikel dibawah mikroskop. Cara lainnya adalah denagn menggunakan metode penghamburan cahaya (light scattering), pengendapan sentrifugal atau melewatkan partikel-partikel tersebut melalui lubang-lubang yang telah diketahui ukurannya seperti “Coulter Counter”.

3.2. Sifat Emulsi Cair
1.      Demulsifikasi
Kestabilan emulsi cair dapat rusak akibat pemanasan, pendinginan, proses sentrifugasi, penambahan elektrolit, dan perusakan zat pengemulsi. Pada proses demulsifikasi dapat terbentuk krim (creaming) atau sedimentasi. Pembentukan krim dijumpai pada emulsi minyak dalam air. Apabila kestabilan emulsi ini rusak, maka partikel-partikel minyak akan naik ke atas membentuk krim. Sedangkan sedimentasi terjadi pada emulsi air dalam minyak. Apabila kestabilan emulsi ini rusak, maka partikel -partikel air akan turun ke bawah. Contoh penggunaan proses ini adalah: penggunaan proses demulsifikasi dengan penmabahan elektrolit untukmemisahkan karet dalam lateks yang dilakukan dengan penambahan asam format (CHOOH) atau asam asetat (CH3COOH).

2.      Pengenceran
          Emulsi dapat diencerkan dengan penambahan sejumlah medium pendispersinya. Sebaliknya, fase terdispersi yang dicampurkan akan spontan membentuk lapisan terpisah. Sifat ini dapat digunakan untuk menentukan jenis emulsi.

3.3. Sifat Emulsi Padat (gel)
1.      Hidrasi
Gel non-elastis yang terdehidrasi tidak dapat diubah kembali ke bentuk awalanya, tetapi sebaliknya, gel elastis yang terdehidrasi dapat diubah kembali menjadi gel elastis dengan menambahkan zat cair.
2.      Menggembung (swelling)
Gel elastis yang terdehidrasi sebagian akan menyerap air apabila dicelupkan ke dalam zat cair. Sehingga volum gel akan bertambah dan menggembung.
3.      Sineresis
Gel anorganik akan mengerut bila dibiarkan dan diikuti penetesan pelarut, dan proses ini disebut sineresis.
4.      Tiksotropi
Beberapa gel dapat diubah kembali menjadi sol cair apabila diberi agitasi atau diaduk. Sifat ini disebut tiksotropi. Contohnya adalah gel besi oksida, perak oksida, dan cat titroskopi modern.

4. Metode pembuatan Emulsi
Pada dasarnya sifat-sifat emulsi yang kita buat bergantung pada beberapa factor, yaitu jenis bahan yang menjadi medium dispersi, komposisi bahan yang digunakan, jenis dan jumlah emulsifier, prosedur dan kondisi pengolahan serta macam peralatan yang digunakan. Dari ketiga factor tersebut, dua factor yang terakhir merupakan factor-faktor terpenting yang harus diawasi.
  1. Penentuan Medium Dispersi
Sifat-sifat medium disperse pada umumnya akan menjadi sifat-sifat emulsi. Jika emulsi yang diinginkan dapat larut dalam air, mudah mengering, dapat meresap pada bahan-bahan yang terbuat dari selulosa, seperti kertas dan serat tekstil, serta mempunyai sifat-sifat yang sama dengan air, maka medium dispersinya haruslah air. Jika sifat-sifat yang diinginkan adalah sebaliknya, maka medium dispersinya haruslah minyak atau pelarut minyak.
  1. Pemilihan Jenis Bahan
Jenis dan jumlah masing-masing bahan yang digunakan untuk membuat emulsi bergantung pada tujuan penggunaannya. Pada dasarnya bahan-bahan yang digunakan untuk membuat emulsi dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu bahan hidrofilik, lipofilik dan emulsifier.

Bahan lipofilik terdiri dari minyak, lemak, lilin, pelarut non polar, bahan-bahan yang larut lemak (zat warna, obat-obatan, dll) serta emulsifier yang mudah larut dalam lemak. Pada banyak kejadian, bahan lipofilik yang akan digunakan harus dipanaskan dulu agar cair atau larut bersama-sama dengan bahan-bahan yang lain. Bila hal ini dilakukan, suhunya harus cukup tinggi untuk menjamin tidak adanya pemisahan bahan-bahan atau kristalisasi (kira-kira 5-100C diatas titik cair dari bahan yang mempunyai titik cair tinggi)
Pemilihan jenis bahan dan jumlah yang digunakan tergantung pada tujuan penggunaan emulsi dan sifat-sifat emulsi yang diinginkan. Kecuali untuk bahan-bahan aktif, bahan-bahan yang akan digunakan biasanya diseleksi menurut sifat-sifatnya, seperti mudah tidaknya bahan tersebut menghasilkan emulsi yang lebih stabil.
Bahan-bahan hidrofilik yang biasa digunakan didalam emulsi adalah air, garam-garam, pelarut polar, bahan-bahan yang larut dalam air (zat warna, obat-obatan, pestisida dll) serta emulsifier yang mudah larut dalam air. Pada waktu pembuatan emulsi, bila bahan lipofiliknya dipanaskan, maka lebih baik memanaskan bahan hidrofiliknya 2-30C diatas suhu bahan lipofilik dengan tujuan mencegah pendinginan dan kristalisasi.
System pemulihan emulsifier yang obyektif haruslah memperhatikan factor-faktor berikut :
a)      mudah tidaknya emulsifier membentuk emulsi
b)      kemampuan emulsifier mempertahankan kestabilan emulsi dalam jumlah yang relativesedikit
c)      harganya harus relative murah.
Penggunaan teori HLB didalam proses pemilihan emulsifier merupakan suatu langkan maju didalam bidang teknologi pembuatan emulsi. Sistem ini diciptakan berdasarkan beberapa percobaan empiris dan merupakan perbaikan dari pernyataan yang mengatakan bahwa untuk membuat emulsi minyak dalam air lebih baik menggunakan emulsifier yang larut dalam air.

5. Proses pembuatan Emulsi
Proses pembuatan emulsi dapat bermacam-macam tergantung pada tujuan yang ingin dicapai, namun prinsipnya proses tersebut melibatkan dua hal pokok, yaitu penurunan tegangan permukaan oleh emulsifier dan input enersi mekanis.
  1. Pengolahan Skala Laboratorium
Proses pembuatan emulsi yang agak kental dengan peralatan skala laboratorium sebenarnya membutuhkan input enersi yang sangat tinggi persatuan volume emulsi. Bila proses pembuatan emulsi tersebut menggunakan “waring lendor”, maka sebagian dari enersi yang diberikan akan dipakai untuk mendispersikan sejumlah besar udara kedalam system emulsi.
  1. Pengolahan Skala pabrik
Jika proses pembuatan emulsi pada skala laboratorium telah dikerjakan mendekati sama dengan keadaan dipabrik, maka nantinya hanya akan terdapat masalah-masalah biasa yang pada banyak kejadian dapat dipecahkan dengan mudah. Dengan dasar pembuatan dilaboratorium, maka penetapan suatu prosedur pembuatan emulsi pada skala pabrik akan lebih mantap. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa seringkali perbedaan kecil didalam prosedur dapat menyebabkan produk akhir yang berbeda total.

6. Peralatan emulsifikasi
            Pemilihan peralatan emulsifikasi biasanya bergantung pada penggunaan emulsinya. Sebagai contoh, untuk membuat emulsi insektisida dilapangan tidak membutuhkan peralatan yang rumit. Sedangkan untuk pembuatan emulsi dipabrik dibutuhkan peralatan yang dapat bekerja ekonomis. Tujuan penggunaan peralatan emulsifikasi, baik yang sederhana maupun yang kompleks, adalah untuk memecah atau mendispersikan fase terdispersi didalam medium dispersi, sehingga ukuran partikel dari emulsi yang terbentuk cukup kecil untuk menahan penggumpalan yang berakibat pada pecahan emulsi. Faktor-faktor utama yang dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan peralatan amulsifikasi adalah viskositas emulsi pada berbagai tahap pembuatan, jumlah input enersi mekanis yang dibutuhkan dan kebutuhan akan alat penukar panas. Pebuatan emulsi sangat dipengaruhi oleh tipe pengadukan.
            Peralatan utama yang umum digunakan untuk emulsifikasi didalam industri pangan adalah berbagai tipe mixer, homogeniser bertekanan (pressure homogenizer), gilingan koloid (colloid mill) dan peralatan ultrasonik (ultrasonic device).
  1. Mixer
Mixer dengan pengaduk dengan kecepatan rendah mempunyai daya mencampur yang rendah dan hanya menimbulkan sedikit gerak putaran. Penggunaannya dalam proses emulsifikasi dibatasi oleh bahan-bahan yang mempunyai viskositas yang tinggi. Pada beberapa jenis bahan, gerak pengaduk ini menyebabkan massa bahan mengembang dan memudahkan emulsifikasi.
Mixer yang digunakan dalam industri terdapat dalam berbagai kapasitas, mulai dari yang lebih kecil satu liter sampai yang berukuran beberapa kubik. Pada gambar 4 dapat dilihat suatu pengaduk sederhana yang berputar didalam suatu tabung silinder yang besar. Selama pengadukan cairan ikut berputar mengikuti suatu garis edar yang besar dan sedikit gerak vertikal. Proses pencampuran akan berlangsung dengan efisien bila ada gerakan aliran lateral dan vertikal yang mendistribusikan bahan-bahan secara cepar keseluruh bagian tangki.
Agar pengaduk berlangsung efisien, maka pada tangki biasanya dipasang piring-piring penghalang (baffles) yang berfungsi mencegah cairan naik (gambar 3). Pada mixer yang menggunakan pengaduk berbentuk propeler, cairan didorong naik turun menjadi turbulen. Sebagai akibatnya pengadukan berlangsung lebih efisien. Pengaduk berbentuk propeler umumnya digunakan untuk membuat emulsi yang mempunyai viskositas rendah sampai sedang. Bila emulsifier yang digunakn cukup dan proses pengadukan dilakukan sebagaimana mestinya, maka emulsi yang terbentuk akan mempunyai ukuran partikel yang lebih kecil dibandingkan dengan homogeniser atau gilingan koloid.



Gambar 3 bentuk aliran dari putaran propeler didalam suatu tangki yang dilengkapi dengan piring-piring penghalang ( baffles ).


Gambar 4 bentuk aliran dari putaran pengadukan turbin didalam suatu tangki yang dilengkapi piring-piring penghalang ( baffles )


Mixer yang mempunyai pengaduk turbin umumnya mempunyai kecepatan yang lebih tinggi. Gaya sentrifugal yang terbentuk akan mendorong cairan ke segala arah sehingga proses pencampurannya berlangsung efisien (gambar 4). Mixer ini dapat digunakan untuk mengemulsikan cairan yang mempunyai viskositas agak tinggi serta dapat digunakan untuk membuat adonan kue, membuat mentega dan margarin. Partikel emulsi yang terbentuk umumnya mempunyai diameter kira-kira 5.
  1. Gilingan Koloid
Gilingan koloid sebenarnya merupakan suatu modifikasi dari turbin, namun pada kasus ini jarak antara rotor dan stator hanya beberapa per seribu inchi saja (gambar 5). Dengan jarak yang kecil ini, maka gaya gesekan yang besar dapat terjadi. Sebagian besar gaya gesekan ini akan hilang menjadi panas, sehingga temperatur bahan akan meningkat dengan sangat besar, karena gilingan koloid selalu dilengkapi dengan unit pendingin khusus.
Pada gilingan koloid lebih cocok digunakan untuk mengemulsikan bahan-bahan yang mempunyai viskositas tinggi dibandingkan dengan homogeniser bertekanan. Bahan yang masuk dapat berupa cairan atau pasta dan laju pengeluarannya berbanding terbalik dengan viskositasnya. Emulsi yang dihasilkan oleh gilingan koloid mempunyai ukuran partikel yang seragam, dan ukurannya tergantung pada jarak antara rotor dan statornya. Pada umumnya diameter ukuran partikel tersebut berkisar antara 1-2 mikron.
Gambar 5. Gilingan koloid

  1. Homogeniser
Homogeniser adlah sejenis alat yang digunakan untuk mendispersikan suatu cairan didalam cairan lainnya. Alat ini cocok digunakan untuk membuat emulsi dengan kestabilan tinggi, karena dapat menghasilkan emulsi yang berukuran partikel lebih kecil dari satu mikron serta seragam. Didalam industri pangan, homogeniser banyak digunakan untuk mereduksi ukuran globula lemak didalam susu segar sistem emulsinya lebih stabil.
Homogeniser yang digunakan didalam industri tersebut terdapat dalam banyak model dan kapasitas. Perbedaan model tersebut umumnya terletak pada konstruksi lubang dan alat pengaturannya (gambar 6).
Gambar 6 salah satu tipe homogeniser satu tahap.

Didalam homogeniser, pada prisipnya cairan yang akan diemulsikan dipaksa melewati suatu lubang sempit diantara lubang tetap dan suatu batang yang dapat digerak-gerakkan. Luas lubang dapat diperkecil dengan menekan batang kedalam lubang dengan bantuan skrup pengatur. Batang dan kumpulan lubang-lubang tersebut terbuat dari baja yang sangat kuat agar dapat menahangesekan dari laju aliran bahan yang sangat tinggi. Emulsifikasi terjadi pada saat bahan melewati lubang dan ketika bahan bergesekan dengan dinding yang mengelilingi batang. Disamping itu pegas yang terletak diatas batang dapat menghasilkan getaran mekanis yang berfrekuensi tinggi, sehingga dapat membuat cairan terdispersi (seperti pada metode ultrasonik). Pada gambar 6 dapat dilihat salah satu model homogeniser yang banyak digunakan didalam industri. Pada homogeniser model ini, cairan yang akan diemulsikan dipaksa melewati lubang-lubang yang berukuran 10-4 cm2 dengan gaya yang berkisar antara 500-5000 psi.
Dibandingkan dengan gilingan koloid, homogeniser dapat menghasilkan partikel yang berukuran lebih kecil tetapi tidak seragam. Perbedaan lainnya adalah kenaikan temperatur pada saat homogenisasi cukup rendah, yakni berkisar antara 10-30 oF, walaupun pada kejadian tertentu kenaikan temperatur tersebut dapat mencapai 50-90 oF, yakni tergantung pada tipe pompa yang digunakan menekan cairan. Pada umumnya pompa dengan sistem piston menyebabkan kenaikan temperatur yang lebih rendah dibandingkan dengan pompa yang bergerigi.
Homogeniser dapat digunakan untuk mendispersikan cairan ataupun pasta, karena tekanan pemasukannya tinggi maka viskositas dispersinya hanya mempunyai pengaruh yang kecil terhadap laju pengeluarannya. Bila cairan atau pasta yang dimasukkan telah dicampurkan terlebih dahulu, maka setelah homogemisasi akan dihasilkan suatu emulsi yang halus dengan partikel yang berukuran 0.1-0.2 mikron.
  1. Peralatan ultrasonik
Hasil pengembangan terakhir dibidang peralatan pembuatan emulsi adalah peralatan ultrasonik. Peralatan ini cocok untuk membuat emulsi yang mempunyai viskositas rendah, tetapi alat ini dapat juga digunakan untuk membuat emulsi yang mempunyai viskositas tinggi sampai membentuk pasta.
Gelombang ultrasonik dapat dihasilkan dengan tiga macam sistem mekanis, sistem yang menggunakan ”magnetostrictive oscillator” dan sistem yang menggunakan ” perzoelectrical oscillator”. Dua sistem yang terakhir tidak umum digunakan untuk keperluan emulsifikasi, kecuali didalam proses pencucian dimana emulsifikasi ikut mengambil bagian. Generator mekanis lebih banyak digunakan didalam industri pangan untuk keperluan emulsifikasi.
Bentuk generator mekanis yang digunakan untuk menghasilkan gelombang ultrasonik bagi keperluan emulsifikasi bahan pangan ”Weige Resonator”. Prinsip dari generator ini dapat dilihat pada gambar 7. suatu pisau dengan bentuk mata runcing ditempatkan disebuah mulut didalam pipa. Cairan dipompa melewati mulut pipadan pancarannya menimpah mata pisau sehingga terjadilah getaran. Pisau tersebut secara normal terjepit pada satu atau lebih titik dan beresonansi pada frekuensi yang menghasilkan gelombang ultrasonik didalam cairan. Intensitasnya tidak terlalu besar, tetapi cukup, dan dekat dengan pisau terjadi rongga didalam cairan yang menyebabkan terjadinya emulsifikasi. Cairan disuply secara normal ke mulut pipa oleh sebuah pompa yang bergerigi yang getaran biasanya berkisar 50-200 psi. Frekuensi getaran biasanya 18-30 Khz dan ukuran partikel fase terdispersi sekitar 1-2 mikron. Peralatan ultrasonik yang dirancang untuk industri terdiri dari kerangka, penyemprot yang dapat diatur, penyemprot yang dipasang pisau penggetar dan bel resonan.
Gambar 7. Dari generator ultrasonik mekanis ( Wedge resonator ).
Pembuatan salad cream, campuran es cream, cream soups, emulsi minyak atsiri dan peanut butter.

7. Aplikasi Emulsi Bahan Pangan
1.      Yogurt dan Tahu Sus
Kasein susu  akan terkoagulasi dan membentuk tahu bila ditambahkan enzim proteolitik atau asam. Tahu tersebut dapat menjadi lunak dank eras tergantung pada jumlah kasein dan kalsium dalam susu serta factor-faktor lainnya. Kasein susu akan terkoagulasi pada titik isoelektriknya yaitu pada pH 4.6. koagulasi susu menyebabkan gaya tolak-menolak elektrostatik (energy penghalang melawan penggumpalan) meningkat dan memecah misela-misela.
            Pada pembuatan yogurt, susu yang telah dihomogenisasikan membentuk gel tahu yang lebih cepat dengan konsistensi yang lebih licin dan lunak dibandingkan dengan bila menggunakan susu yang tidak dihomogenisasi.
            Yogurt dapat dibuat dengan mencampur 10,5% padatan susu tanpa lemak, 7% lemak susu dan 12% sukrosa dengan 3% biakan yang merupakan campuran Streptococcus lactis dan Lactobacillus bulgaricus, kemudian diinkubasi pada suhu 43oC selama 18 jam. Pemberian emulsifier atau stabiliser seperti gelatin akan memberikan hasil yang lebih baik tanpa menghambat proses pengasaman.

2.      Keju
Keju adalah produk yag dibuat dari tahu susu sapi atau hewan lainnya. Tahu tersebut diperoleh dengan mengkoagulasikan kasein susu dengan suatu enzim (biasanya rennin) atau asam (biasanya asam laktat). Pada proses selanjutnya, tahu tersebut diberi perlakuan pemanasan, pengepresan, penggaraman, dan pengeraman atau pematangan (biasanya dengan mikroorganisme tertentu yang disukai).
Homogenisasi susu hanya dilakukan pada pembuatan keju lunak dengan maksud untuk menyempurnakan daya olesannya serta mereduksi kehilangan lemak di dalam whey pada waktu tahunya dipisahkan. Untuk keju semi lunak dan keju keras, tidak dianjurkan menggunakan susu yang dihomogenisasi, karena homogenisasi menyebabkan peningkatan luas permukaan lemak sehingga reaksi lipofilik selama proses pematangan akan meningkat dan akibatnya keju yang diperoleh mempunyai bau dan rasa yang kurang enak.
Pada pembuatan keju, penambahan emulsifier yang merupakan campuran garam-garam fosfat akan memberikan hasil yang lebih baik (tekstur dan penampilannya) terutama pada keju-keju yang tidak difermentasi seperti halnya cottage cheese.

3.      Mentega
Mentega adalah suatu emulsi air dalam minyak dengan kandungan air 20% dari berat lemak. Ait tersebut terdispersi di dalam fase kontinyu yang terdiri dari lemak susu berbetuk semi padat. Bentuk produk akhirnya adalah padatan dengan sifat plastis yaitu dapat mengalir bila diberikan suatu gaya yang melebihi byield valuenya.
            Bahan baku untuk membuat mentega adalah lemak susu , biasanya dalam bentuk krim. Krim tersebut dipisahkan dari susu dan mengandung 30-35% lemak. Sebelum diproses lebih lanjut, krim tersebut harus dipasteurisasi terlebih dahulu, tetapi jika krim tersebut sudah agak nasam karena terjadi fermentasi asam laktat, maka sebelum pasteurisasi, krim tersebut harus dinetralkan dahulu dengan basa yang tidak beracun. Asetil yang dihasilkan oleh kultur bakteri dapat ditambahkan ked alam krim untuk meningakatkan flavornya. Berdasarkan jumlah asam laktat yang diukur sekarang krim siap dikocok.
            Pengocokan dapat dilakukan dengan system batch atau system kontinyu yang menggunakan pengaduk mekanis dan dirancang untuk mengubah system emulsi alamiah di dalam air dan tiap-tiap globula tersebut dikelilingi oleh membrane fosfolipid yang mengandung lechitin. Pengadukan mekanis pada proses pengocokan akan memecah membrane ini sehingga globula-globula tersebut akan bertubrukan satu dengan yang lainnya. Sebagai hasilnya globula-globula berkumpul bersama dan membentuk granula mentega yang kecil makin lama makin besar ukurannya dan akhirnya terpisah dari fase air krim. Fase air yang terpisah ini biasanya disebut buttermilk.
            Pada proses pengocokan terjadi pemecahan emulsi dan granula-granula mentega akan terbentuk pada suhu 50 oF. Pada titik ini pengadukan dihentikan dan sebagian besar buttermilk dialirkan keluar dari wadah, keadaan emulsi sudah berubah. Massa buttermilk merupakan komponen utama dan memerangkap 15% buttermilk didalamnya. Disini butterfat menjadi fase kontinyu dan sisa buutermilk yang sebagian besar terdiri dai air dengan larutan laktosa , kasein dan padatan susu lainnya tersuspensi sebagai butiran-butiran di dalam massa lemak . Kondisi ini terjadi setelah proses pengocokan yang berlangsung 40 menit. Setelah itu massa mentega dicuci dengan air bersih untuk mengeluarkan sisa-sisa buttermilknya, kemudian sisa air pencuci dikeluarkan dank e dalam wadah ditamburkan garam. Proses pengocokan kemudian diteruskan lagi dengan tujuan untuk menyeragamkan dispersi garam dan memecah butir-butir air sampai sekecil-kecilnya.
            Penambahan garam sebanyak 2,5% dari berat produk akhir sudah cukup untuk membuat rasanya enak. Disamping itu garam tersebut berfungsi sebagai bahan pengawet. Karena seluruh garam tersebut larut didalam butir-butir air dan jumlah air tersebut hanya kira-kira 15% dari berat mentega, maka konsentrasi garam di dalam air sebenarnya adalah tujuh kali dari2,5% garam yang ditambahkan.Pada konsentrasi ini garam tersebut berfungsi sebagai pengawet yang kuat di dalam butir-butir air sehingga da[at mencegah pertumbuhan spora-spora bakteri. Walaupun garam yang ditambahkan telah berfungsi sebagai pengawet ke dalam mentega biasanya ditambahkan Natrium benzoate. Selain itu ditambahkan emulsifier seperti lechitin, monogliserida atau kuning telur dengan tujuan untuk meningkatkan kestabilan emulsinya.

4.      Salad Dressing
            Salad dressing atau salad krem adalah suatu emulsi pangan yang mengandung 30-50% minyak, yang mempunyai bentuk hampir sama dengan mayonnaise, tetapi umumnya mempunyai kandungan lemak yang lebih rendah serta menggunakan pasta pati sebagai pengental. Kuning telur, cuka dan bumbu-bumbu mempunyai fungsi sebagai emulsifier. Pada pembuatan salad dressing perlu diperhatikan pemasakan patinya, yakni dengan tujuan untuk memperoleh derajat kekentalan yang diinginkan. Cuka ditambahkan pada pasta pati yang telah dimasak sebelumnya. Kemudian ditambahkan minyak, kuning telur dan bahan-bahan lainnya sebelum dilakukan emulsifikasi dengan pengadukan. Lesitin yang terdapat di dalam kuning telur biasanya akan berfungsi sebagai emulsifier dan gum tragacanth biasanya sebagai stabiliser. Glingan koloid dapat digunakan untuk mendispersikan fase internalnya.





DAFTAR PUSTAKA