Teknologi
Pengolahan Pangan
Teknologi Emulsi
DISUSUN OLEH:
Ade Yuniar A. 0611 3040 1005
Depi Oktari 0611 3040 1009
Wanda Wahyudi 0611
3040 1026
DOSEN PEMBIMBING :
Meilianti, S.T., M.T.
JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
2013
EMULSI
1. Pengertian Emulsi
Emulsi adalah sistem dua fase, yang
salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan
kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutan air merupakan
fase pembawa, sistem ini disebut emulsi minyak dalam air. Sebaliknya, jika air
atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti
minyak sebagai fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam minyak. Emulsi
dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang mencegah koalesensi,
yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besardan akhirnya menjadi suatu
fase tunggal yang memisah (Anonim, 1995). Emulsi merupakan preparat farmasi
yang terdiri 2 atau lebih zat cair yang sebetulnya tdk dapat bercampur (immicible)
biasanya air dengan minyak lemak. Salah satu dari zat cair tersebut tersebar
berbentuk butiran-butiran kecil kedalam zat cair yang lain distabilkan dengan
zat pengemulsi (emulgator/emulsifiying/surfactan). Sedang menurut Farmakope
Indonesia edisi ke III, emulsi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat
cair atau larutan obat terdispersi dalam cairan pembawa distabilkan dengan zat
pengemulsi atau surfactan yang cocok.
Dalam batas emulsi, fase
terdispers dianggap sebagai fase dalam dan medium dispersi sebagai fase luar
atau kontinu. Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut
emulsi minyak-dalam-air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi “m/a”.
Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi
air-dalam-minyak dan dikenal sebagai emulsi ‘a/m”. Karena fase luar dari suatu
emulsi bersifat kontinu, suatu emulsi minyak dalam air diencerkan atau
ditambahkan dengan air atau suatu preparat dalam air. Umumnya untuk membuat
suatu emulsi yang stabil, perlu fase ketiga atau bagian dari emulsi, yakni: zat
pengemulsi (emulsifying egent). Tergantung pada konstituennya, viskositas
emulsi dapat sangat bervariasi dan emulsi farmasi bisa disiapkan sebagai cairan
atau semisolid (setengah padat) (Ansel, 1989).
Zat pengemulsi (emulgator) merupakan
komponen yang paling penting agar memperoleh emulsa yang stabil. Zat pengemulsi
adalah PGA, tragakan, gelatin, sapo dan lain-lain. Emulsa dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria (emulsi
buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat disamping
minyak lemak juga emulgator yang biasanya merupakan zat seperti putih telur
(Anief, 2000).
Konsistensi emulsi sangat beragam,
mulai dari cairan yang mudah dituang hingga krim setengah padat. Umumnya krim
minyak dalam airdibuat pada suhu tinggi, berbentuk cair pada suhu ini, kemudian
didinginkan pada suhu kamar, dan menjadi padat akibat terjadinya solidifikasi
fase internal. Dalam hal ini, tidak diperlukan perbandingan volume fase
internal terhadap volume fase eksternal yang tinggi untuk menghasilkan sifat
setengah padat, misalnya krim stearat atau krim pembersih adalah setengah padat
dengan fase internal hanya hanya 15%. Sifat setengah padat emulsi air dalam
minyak, biasanya diakibatkan oleh fase eksternal setengah padat (Anonim, 1995).
Polimer hidrofilik alam,
semisintetik dan sintetik dapat dugunakan bersama surfakatan pada emulsi minyak
dalam air karena akan terakumulasi pada antar permukaan dan juga meningkatkan
kekentalan fase air, sehingga mengurangi kecepatan pembenrukan agregat tetesan.
Agregasi biasanya diikuti dengan pemisahan emulsi yang relatif cepat menjadi
fase yang kaya akan butiran dan yang miskin akan tetesan. Secara normal
kerapatan minyak lebih rendah daripada kerapatan air, sehingga jika tetesan
minyak dan agregat tetesan meningkat, terbentuk krim. Makin besar agregasi,
makin besar ukuran tetesan dan makin besar pula kecepatan pembentukan krim
(Anonim, 1995). Semua
emulsi memerlukan bahan anti mikroba karena fase air mempermudah pertumbuhan
mikroorganisme. Adanya pengawetan sangat penting untuk emulsi minyak dalam air
karena kontaminasi fase eksternal mudah terjadi. Karena jamur dan ragi lebih
sering ditemukan daripada bakteri, lebih diperlukan yang bersifat fungistatik
atau bakteriostatik. Bakteri ternyata dapat menguraikan bahn pengemulsi ionik
dan nonionik, gliserin dan sejumlah bahan pengemulsi alam seperti tragakan dan
gom (Anonim, 1995).
Komponen utama emulsi berupa
fase disper (zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil kedalam zat cair
lain (fase internal)); Fase kontinyu (zat cair yang berfungsi sebagai bahan
dasar (pendukung) dari emulsi tersebut (fase eksternal)); dan Emulgator (zat
yang digunakan dalam kestabilan emulsi). Berdasarkan macam zat cair yang
berfungsi sebagai fase internal ataupun eksternal, maka emulsi digolongkan
menjadi 2 : Emulsi tipe w/o (emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar
ke dalam minyak, air berfungsi sebagai fase internal & minyak sebagai fase
eksternal) dan Emulsi tipe o/w (emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang
tersebar ke dalam air) (Ansel, 1989). Tujan pemakaian emulsi antara lain secara umum untuk mempersiapkan obat
yang larut dalam air maupun minyak dalam satu campuran:
a.Emulsi dalam pemakaian dalam
(peroral) umumnya tipe O/W
b.Emulsi untuk pemakaian luar dapat
berbentuk O/W maupun W/O
2. Jenis-jenis Emulsi
2.1. Jenis-jenis Emulsi berdasarkan medium
pendispersinya
Berdasarkan medium pendispersinya, emulsi dapat dibagi menjadi 4
jenis yaitu sebagai berikut:
1.
Emulsi Gas
Emulsi gas dapat disebut juga aerosol cair yang adalah emulsi dalam
medium pendispersi gas. Pada aerosol cair, seperti; hairspray dan obat nyamuk
dalam kemasan kaleng, untuk dapat membentuk system koloid atau menghasilkan
semprot aerosol yang diperlukan, dibutuhkan bantuan bahan pendorong/ propelan
aerosol, anatar lain; CFC (klorofuorokarbon atau Freon). Aerosol cair juga
memiliki sifat-sifat seperti sol liofob; efek Tyndall, gerak Brown, dan
kestabilan dengan muatan partikel.
Contoh: dalam hutan yang lebat, cahaya matahari akan disebarkan oleh
partikel-partikel koloid dari sistem koloid kabut adalah merupakan contoh efek
Tyndall pada aerosol cair.
2.
Emulsi Cair
Emulsi cair melibatkan dua zat cair yang tercampur, tetapi tidak
dapat saling melarutkan, dapt juga disebut zat cair polar &zat cair
non-polar. Biasanya salah satu zat cair ini adalah air (zat cair polar) dan zat
lainnya; minyak (zat cair non-polar). Emulsi cair itu sendiri dapat digolongkan
menjadi 2 jenis, yaitu; emulsi minyak dalam air (contoh: susu yang terdiri dari
lemak yang terdispersi dalam air,jadi butiran minyak di dalam air), atau emulsi
air dalam minyak (contoh: margarine yang terdiri dari air yang terdispersi
dalam minyak, jadi butiran air dalam minyak).
3.
Emulsi Padat atau gel
Gel adalah emulsi dalam medium pendispersi zat padat, dapat juga
dianggap sebagai hasil bentukkan dari penggumpalan sebagian sol cair.
Partikel-partikel sol akan bergabung untuk membentuk suatu rantai panjang pada
proses penggumpalan ini. Rantai tersebut akan saling bertaut sehingga membentuk
suatu struktur padatan di mana medium pendispersi cair terperangkap dalam
lubang-lubang struktur tersebut. Sehingga, terbentuklah suatu massa berpori
yang semi-padat dengan struktur gel. Ada dua jenis gel, yaitu:
(i) Gel elastic
Karena ikatan partikel pada rantai adalah adalah gaya tarik-menarik
yang relatif tidak kuat, sehingga gel ini bersifat elastis. Maksudnya adalah
gel ini dapat berubah bentuk jika diberi gaya dan dapat kembali ke bentuk awal
bila gaya tersebut ditiadakan. Gel elastis dapat dibuat dengan mendinginkan sol
iofil yang cukup pekat. Contoh gel elastis adalah gelatin dan sabun.
(ii) Gel non-elastis
Karena ikatan pada rantai berupa ikatan kovalen yang cukup kuat,
maka gel ini dapat bersifat non-elastis. Maksudnya adalah gel ini tidak
memiliki sifat elastis, gel ini tidak akan berubah jika diberi suatu gaya.
Salah satu contoh gel ini adalah gel silica yang dapat dibuat dengan reaksi
kia; menambahkan HCl pekat ke dalam larutan natrium silikat, sehingga
molekul-molekul asam silikat yang terbentuk akan terpolimerisasi dan membentuk
gel silika.
2.2. Jenis-jenis Emulsi Berdasarkan Kestabilannya
1.
Emulsi temporer
Emulsi
yang memerlukan pengocokan kuat sebelum digunakan dan biasanya memiliki
viscositas rendah. Contoh: frech dressing
yang terbuat dari minyak, cuka dan bumbu kering.
2.
Emulsi semipermanen
Emulsi
yang mempunyai viscositas kental seperti krim. Contoh: salad dressing yang mengandung sirup, madu, dan condensed soup atau stabiliser komersil
seperti gum dan pectin.
3.
Emulsi permanen
Emulsi
yang mempunyai viscositas tinggi yang akan memperlambat penggumpalan fase
terdispersi.
2.3. Tipe-tipe Emulsi
1.
Emulsi A/M yaitu
butiran-butiran air terdispersi dalam minyak sebagai fase kontinyu Contoh :
mayonnaise, minyak ikan, minyak bumi.
2.
Emulsi M/A yaitu
butiran-butiran minyak terdispersi dalam air sebagai fase kontinyu
Contoh
: santan, susu, lateks.
3. Sifat-sifat Emulsi
3.1. Sifat-sifat Fisik Emulsi
- Penampakan
Penampakan
emulsi sangat bervariasi, ada yang tampak jernih dan ada yang tampak keruh
seperti susu. Penampakan ini pada dasarnya dipengaruhi oleh ukuran partikel
emulsi dan perbedaan indeks bias antara fase terdispersi dan medium disperse.
Pada prinsipnya emulsi yang tampak jernih hanya mungkin terbentuk bila indeks
bias kedua fasenya sama atau ukuran partikel terdispersinya lebih kecil dari
panjang gelombang cahaya sehingga tidak terjadi refraksi. Pada tabel dapat
dilihat hubungan antara ukuran partikel emulsi dengan penampakannya.
- Viskositas
Viskositas
emulsi bervariasi sekali, mulai dari yang berupa cairan, baik encer maupun
kental, sampai ada yang terbentuk seperti pasta atau gel. Faktor-faktor yang
mempengaruhi viskositas suatu emulsi adalah viskositas medium disperse,
persentase volume medium disperse, ukuran partikel fase terdispersi dan jenis
serta konsentrasi emulsifier/stabiliser yang digunakan. Pada umumnya makin
tinggi viskositas dan persentase medium, maka makin tinggi viskositas
emulsinya. Demikian juga makin kecil ukuran partikel suatu emulsi, maka semakin
tinggi viskositasnya dan makin tinggi konsentrasi emulsifier/stabilizer yang
digunakan, maka makin tinggi pula viskositasnya seperti yang ditampilkan pada
table 2.
Tabel 2. Hubungan antara ukuran
partikel emulsi dengan penampakannya.
Ukuran Partikel
|
Penampakan
|
Makroglobula
>1 mikron
0.1 – 1 mikron
0.05 – 0.1 mikron
< 0.05 mikron
|
Kedua fasenya dapat dibedakan
Tampak putih seperti susu
Tampak biru keputihan
Abu-abu agak transparan
Transparan
|
- Dispersibilitas dan Daya Emulsi.
Dispersibilitas
atau daya larut suatu emulsi ditentukan oleh medium dispersinya. Bila medium
dispersinya air, maka emulsinya dapat diencerkan dengan air. Sebaliknya bila
medium dispersinya lemak, maka emulsinya dapat dilarutkan dengan minyak.
Daya
emulsi atau kemudahan membentuk emulsi dari suatu emulsi yang kental atau
berbentuk pasta dipengaruhi oleh jenis dan nilai HLB emulsifier. Konsentrasi
emulsifier yang ditambahkan juga berpengaruh terhadap daya emulsi.
- Ukuran partikel Emulsi
Ukuran
pertikel emulsi tergantung pada perlakuan mekanis dan total inersi yang
diberikan pada waktu pembuatannya, perbedaan vikositas antara fase terdispersi
dan medium disperse, tipe dan konsentrasi emulsifier yang digunakan serta lama
penyimpanan.
Pada
umumnya partikel emulsi mempunyai diameter lebih kecil dari 0.25 mikron dan
partikel terbesarnya berdiameter sampai 50 mikron. Distribusi ukuran partikel
ini dapat dideterminasi dengan mengukur 500 – 2000 partikel dibawah mikroskop.
Cara lainnya adalah denagn menggunakan metode penghamburan cahaya (light
scattering), pengendapan sentrifugal atau melewatkan partikel-partikel tersebut
melalui lubang-lubang yang telah diketahui ukurannya seperti “Coulter Counter”.
3.2. Sifat Emulsi Cair
1.
Demulsifikasi
Kestabilan emulsi cair dapat rusak
akibat pemanasan, pendinginan, proses sentrifugasi, penambahan elektrolit, dan
perusakan zat pengemulsi. Pada proses demulsifikasi dapat terbentuk krim
(creaming) atau sedimentasi. Pembentukan krim dijumpai pada emulsi minyak dalam
air. Apabila kestabilan emulsi ini rusak, maka partikel-partikel minyak akan
naik ke atas membentuk krim. Sedangkan sedimentasi terjadi pada emulsi air
dalam minyak. Apabila kestabilan emulsi ini rusak, maka partikel -partikel air
akan turun ke bawah. Contoh penggunaan proses ini adalah: penggunaan proses
demulsifikasi dengan penmabahan elektrolit untukmemisahkan karet dalam lateks
yang dilakukan dengan penambahan asam format (CHOOH) atau asam asetat (CH3COOH).
2.
Pengenceran
Emulsi dapat diencerkan dengan penambahan sejumlah medium pendispersinya.
Sebaliknya, fase terdispersi yang dicampurkan akan spontan membentuk lapisan
terpisah. Sifat ini dapat digunakan untuk menentukan jenis emulsi.
3.3. Sifat Emulsi Padat (gel)
1.
Hidrasi
Gel non-elastis yang terdehidrasi tidak dapat diubah kembali ke bentuk
awalanya, tetapi sebaliknya, gel elastis yang terdehidrasi dapat diubah kembali
menjadi gel elastis dengan menambahkan zat cair.
2.
Menggembung (swelling)
Gel elastis yang terdehidrasi sebagian akan menyerap air apabila dicelupkan ke
dalam zat cair. Sehingga volum gel akan bertambah dan menggembung.
3.
Sineresis
Gel anorganik akan mengerut bila dibiarkan dan diikuti penetesan pelarut, dan
proses ini disebut sineresis.
4.
Tiksotropi
Beberapa gel dapat diubah kembali menjadi sol cair apabila diberi agitasi atau
diaduk. Sifat ini disebut tiksotropi. Contohnya adalah gel besi oksida, perak
oksida, dan cat titroskopi modern.
4. Metode pembuatan Emulsi
Pada dasarnya
sifat-sifat emulsi yang kita buat bergantung pada beberapa factor, yaitu jenis
bahan yang menjadi medium dispersi, komposisi bahan yang digunakan, jenis dan
jumlah emulsifier, prosedur dan kondisi pengolahan serta macam peralatan yang
digunakan. Dari ketiga factor tersebut, dua factor yang terakhir merupakan
factor-faktor terpenting yang harus diawasi.
- Penentuan Medium Dispersi
Sifat-sifat
medium disperse pada umumnya akan menjadi sifat-sifat emulsi. Jika emulsi yang
diinginkan dapat larut dalam air, mudah mengering, dapat meresap pada bahan-bahan
yang terbuat dari selulosa, seperti kertas dan serat tekstil, serta mempunyai
sifat-sifat yang sama dengan air, maka medium dispersinya haruslah air. Jika
sifat-sifat yang diinginkan adalah sebaliknya, maka medium dispersinya haruslah
minyak atau pelarut minyak.
- Pemilihan Jenis Bahan
Jenis dan jumlah
masing-masing bahan yang digunakan untuk membuat emulsi bergantung pada tujuan
penggunaannya. Pada dasarnya bahan-bahan yang digunakan untuk membuat emulsi
dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu bahan hidrofilik, lipofilik dan
emulsifier.
Bahan lipofilik terdiri dari minyak, lemak, lilin, pelarut non polar, bahan-bahan
yang larut lemak (zat warna, obat-obatan, dll) serta emulsifier yang mudah
larut dalam lemak. Pada banyak kejadian, bahan lipofilik yang akan digunakan
harus dipanaskan dulu agar cair atau larut bersama-sama dengan bahan-bahan yang
lain. Bila hal ini dilakukan, suhunya harus cukup tinggi untuk menjamin tidak
adanya pemisahan bahan-bahan atau kristalisasi (kira-kira 5-100C
diatas titik cair dari bahan yang mempunyai titik cair tinggi)
Pemilihan jenis
bahan dan jumlah yang digunakan tergantung pada tujuan penggunaan emulsi dan
sifat-sifat emulsi yang diinginkan. Kecuali untuk bahan-bahan aktif,
bahan-bahan yang akan digunakan biasanya diseleksi menurut sifat-sifatnya,
seperti mudah tidaknya bahan tersebut menghasilkan emulsi yang lebih stabil.
Bahan-bahan hidrofilik yang biasa digunakan didalam emulsi adalah air, garam-garam, pelarut
polar, bahan-bahan yang larut dalam air (zat warna, obat-obatan, pestisida dll)
serta emulsifier yang mudah larut dalam air. Pada waktu pembuatan emulsi, bila
bahan lipofiliknya dipanaskan, maka lebih baik memanaskan bahan hidrofiliknya
2-30C diatas suhu bahan lipofilik dengan tujuan mencegah pendinginan
dan kristalisasi.
System pemulihan
emulsifier yang obyektif haruslah memperhatikan factor-faktor berikut :
a)
mudah tidaknya emulsifier membentuk emulsi
b)
kemampuan emulsifier mempertahankan kestabilan emulsi dalam jumlah
yang relativesedikit
c)
harganya harus relative murah.
Penggunaan teori
HLB didalam proses pemilihan emulsifier merupakan suatu langkan maju didalam
bidang teknologi pembuatan emulsi. Sistem ini diciptakan berdasarkan beberapa
percobaan empiris dan merupakan perbaikan dari pernyataan yang mengatakan bahwa
untuk membuat emulsi minyak dalam air lebih baik menggunakan emulsifier yang
larut dalam air.
5. Proses pembuatan Emulsi
Proses pembuatan
emulsi dapat bermacam-macam tergantung pada tujuan yang ingin dicapai, namun
prinsipnya proses tersebut melibatkan dua hal pokok, yaitu penurunan tegangan
permukaan oleh emulsifier dan input enersi mekanis.
- Pengolahan Skala Laboratorium
Proses pembuatan
emulsi yang agak kental dengan peralatan skala laboratorium sebenarnya
membutuhkan input enersi yang sangat tinggi persatuan volume emulsi. Bila
proses pembuatan emulsi tersebut menggunakan “waring lendor”, maka sebagian
dari enersi yang diberikan akan dipakai untuk mendispersikan sejumlah besar
udara kedalam system emulsi.
- Pengolahan Skala pabrik
Jika proses
pembuatan emulsi pada skala laboratorium telah dikerjakan mendekati sama dengan
keadaan dipabrik, maka nantinya hanya akan terdapat masalah-masalah biasa yang
pada banyak kejadian dapat dipecahkan dengan mudah. Dengan dasar pembuatan
dilaboratorium, maka penetapan suatu prosedur pembuatan emulsi pada skala
pabrik akan lebih mantap. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa seringkali
perbedaan kecil didalam prosedur dapat menyebabkan produk akhir yang berbeda
total.
6. Peralatan emulsifikasi
Pemilihan peralatan
emulsifikasi biasanya bergantung pada penggunaan emulsinya. Sebagai contoh,
untuk membuat emulsi insektisida dilapangan tidak membutuhkan peralatan yang
rumit. Sedangkan untuk pembuatan emulsi dipabrik dibutuhkan peralatan yang
dapat bekerja ekonomis. Tujuan penggunaan peralatan emulsifikasi, baik yang
sederhana maupun yang kompleks, adalah untuk memecah atau mendispersikan fase
terdispersi didalam medium dispersi, sehingga ukuran partikel dari emulsi yang
terbentuk cukup kecil untuk menahan penggumpalan yang berakibat pada pecahan
emulsi. Faktor-faktor utama yang dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam
pemilihan peralatan amulsifikasi adalah viskositas emulsi pada berbagai tahap
pembuatan, jumlah input enersi mekanis yang dibutuhkan dan kebutuhan akan alat penukar
panas. Pebuatan emulsi sangat dipengaruhi oleh tipe pengadukan.
Peralatan utama
yang umum digunakan untuk emulsifikasi didalam industri pangan adalah berbagai
tipe mixer, homogeniser bertekanan (pressure homogenizer), gilingan koloid
(colloid mill) dan peralatan ultrasonik (ultrasonic device).
- Mixer
Mixer dengan pengaduk dengan kecepatan rendah mempunyai
daya mencampur yang rendah dan hanya menimbulkan sedikit gerak putaran.
Penggunaannya dalam proses emulsifikasi dibatasi oleh bahan-bahan yang mempunyai
viskositas yang tinggi. Pada beberapa jenis bahan, gerak pengaduk ini
menyebabkan massa bahan mengembang dan memudahkan emulsifikasi.
Mixer yang digunakan dalam industri terdapat dalam
berbagai kapasitas, mulai dari yang lebih kecil satu liter sampai yang
berukuran beberapa kubik. Pada gambar 4 dapat dilihat suatu pengaduk sederhana
yang berputar didalam suatu tabung silinder yang besar. Selama pengadukan
cairan ikut berputar mengikuti suatu garis edar yang besar dan sedikit gerak
vertikal. Proses pencampuran akan berlangsung dengan efisien bila ada gerakan
aliran lateral dan vertikal yang mendistribusikan bahan-bahan secara cepar
keseluruh bagian tangki.
Agar pengaduk berlangsung efisien, maka pada tangki
biasanya dipasang piring-piring penghalang (baffles) yang berfungsi mencegah
cairan naik (gambar 3). Pada mixer yang menggunakan pengaduk berbentuk
propeler, cairan didorong naik turun menjadi turbulen. Sebagai akibatnya
pengadukan berlangsung lebih efisien. Pengaduk berbentuk propeler umumnya
digunakan untuk membuat emulsi yang mempunyai viskositas rendah sampai sedang.
Bila emulsifier yang digunakn cukup dan proses pengadukan dilakukan sebagaimana
mestinya, maka emulsi yang terbentuk akan mempunyai ukuran partikel yang lebih
kecil dibandingkan dengan homogeniser atau gilingan koloid.
Gambar 3 bentuk aliran dari putaran propeler didalam suatu tangki
yang dilengkapi dengan piring-piring penghalang ( baffles ).
Gambar 4 bentuk aliran dari putaran pengadukan turbin didalam suatu
tangki yang dilengkapi piring-piring penghalang ( baffles )
Mixer yang mempunyai pengaduk turbin umumnya mempunyai
kecepatan yang lebih tinggi. Gaya sentrifugal yang terbentuk akan mendorong
cairan ke segala arah sehingga proses pencampurannya berlangsung efisien
(gambar 4). Mixer ini dapat digunakan untuk mengemulsikan cairan yang mempunyai
viskositas agak tinggi serta dapat digunakan untuk membuat adonan kue, membuat
mentega dan margarin. Partikel emulsi yang terbentuk umumnya mempunyai diameter
kira-kira 5.
- Gilingan Koloid
Gilingan koloid sebenarnya merupakan suatu modifikasi
dari turbin, namun pada kasus ini jarak antara rotor dan stator hanya beberapa
per seribu inchi saja (gambar 5). Dengan jarak yang kecil ini, maka gaya gesekan yang besar dapat terjadi.
Sebagian besar gaya gesekan ini akan hilang menjadi panas, sehingga temperatur
bahan akan meningkat dengan sangat besar, karena gilingan koloid selalu dilengkapi
dengan unit pendingin khusus.
Pada gilingan koloid lebih
cocok digunakan untuk mengemulsikan bahan-bahan yang mempunyai viskositas
tinggi dibandingkan dengan homogeniser bertekanan. Bahan yang masuk dapat
berupa cairan atau pasta dan laju pengeluarannya berbanding terbalik dengan
viskositasnya. Emulsi yang dihasilkan oleh gilingan koloid mempunyai ukuran
partikel yang seragam, dan ukurannya tergantung pada jarak antara rotor dan
statornya. Pada umumnya diameter ukuran partikel tersebut berkisar antara 1-2
mikron.
Gambar 5. Gilingan
koloid
- Homogeniser
Homogeniser adlah sejenis alat
yang digunakan untuk mendispersikan suatu cairan didalam cairan lainnya. Alat
ini cocok digunakan untuk membuat emulsi dengan kestabilan tinggi, karena dapat
menghasilkan emulsi yang berukuran partikel lebih kecil dari satu mikron serta
seragam. Didalam industri pangan, homogeniser banyak digunakan untuk mereduksi
ukuran globula lemak didalam susu segar sistem emulsinya lebih stabil.
Homogeniser yang digunakan
didalam industri tersebut terdapat dalam banyak model dan kapasitas. Perbedaan
model tersebut umumnya terletak pada konstruksi lubang dan alat pengaturannya
(gambar 6).
Gambar 6 salah
satu tipe homogeniser satu tahap.
Didalam homogeniser, pada
prisipnya cairan yang akan diemulsikan dipaksa melewati suatu lubang sempit
diantara lubang tetap dan suatu batang yang dapat digerak-gerakkan. Luas lubang
dapat diperkecil dengan menekan batang kedalam lubang dengan bantuan skrup
pengatur. Batang dan kumpulan lubang-lubang tersebut terbuat dari baja yang
sangat kuat agar dapat menahangesekan dari laju aliran bahan yang sangat
tinggi. Emulsifikasi terjadi pada saat bahan melewati lubang dan ketika bahan
bergesekan dengan dinding yang mengelilingi batang. Disamping itu pegas yang
terletak diatas batang dapat menghasilkan getaran mekanis yang berfrekuensi
tinggi, sehingga dapat membuat cairan terdispersi (seperti pada metode
ultrasonik). Pada gambar 6 dapat dilihat salah satu model homogeniser yang
banyak digunakan didalam industri. Pada homogeniser model ini, cairan yang akan
diemulsikan dipaksa melewati lubang-lubang yang berukuran 10-4 cm2
dengan gaya yang berkisar antara 500-5000 psi.
Dibandingkan dengan gilingan
koloid, homogeniser dapat menghasilkan partikel yang berukuran lebih kecil
tetapi tidak seragam. Perbedaan lainnya adalah kenaikan temperatur pada saat
homogenisasi cukup rendah, yakni berkisar antara 10-30 oF, walaupun
pada kejadian tertentu kenaikan temperatur tersebut dapat mencapai 50-90 oF,
yakni tergantung pada tipe pompa yang digunakan menekan cairan. Pada umumnya
pompa dengan sistem piston menyebabkan kenaikan temperatur yang lebih rendah
dibandingkan dengan pompa yang bergerigi.
Homogeniser dapat digunakan
untuk mendispersikan cairan ataupun pasta, karena tekanan pemasukannya tinggi
maka viskositas dispersinya hanya mempunyai pengaruh yang kecil terhadap laju
pengeluarannya. Bila cairan atau pasta yang dimasukkan telah dicampurkan
terlebih dahulu, maka setelah homogemisasi akan dihasilkan suatu emulsi yang halus
dengan partikel yang berukuran 0.1-0.2 mikron.
- Peralatan
ultrasonik
Hasil pengembangan terakhir
dibidang peralatan pembuatan emulsi adalah peralatan ultrasonik. Peralatan ini
cocok untuk membuat emulsi yang mempunyai viskositas rendah, tetapi alat ini dapat
juga digunakan untuk membuat emulsi yang mempunyai viskositas tinggi sampai
membentuk pasta.
Gelombang ultrasonik dapat
dihasilkan dengan tiga macam sistem mekanis, sistem yang menggunakan
”magnetostrictive oscillator” dan sistem yang menggunakan ” perzoelectrical
oscillator”. Dua sistem yang terakhir tidak umum digunakan untuk keperluan
emulsifikasi, kecuali didalam proses pencucian dimana emulsifikasi ikut
mengambil bagian. Generator mekanis lebih banyak digunakan didalam industri
pangan untuk keperluan emulsifikasi.
Bentuk generator mekanis yang
digunakan untuk menghasilkan gelombang ultrasonik bagi keperluan emulsifikasi
bahan pangan ”Weige Resonator”. Prinsip dari generator ini dapat dilihat pada
gambar 7. suatu pisau dengan bentuk mata runcing ditempatkan disebuah mulut
didalam pipa. Cairan dipompa melewati mulut pipadan pancarannya menimpah mata
pisau sehingga terjadilah getaran. Pisau tersebut secara normal terjepit pada
satu atau lebih titik dan beresonansi pada frekuensi yang menghasilkan gelombang
ultrasonik didalam cairan. Intensitasnya tidak terlalu besar, tetapi cukup, dan
dekat dengan pisau terjadi rongga didalam cairan yang menyebabkan terjadinya
emulsifikasi. Cairan disuply secara normal ke mulut pipa oleh sebuah pompa yang
bergerigi yang getaran biasanya berkisar 50-200 psi. Frekuensi getaran biasanya
18-30 Khz dan ukuran partikel fase terdispersi sekitar 1-2 mikron. Peralatan
ultrasonik yang dirancang untuk industri terdiri dari kerangka, penyemprot yang
dapat diatur, penyemprot yang dipasang pisau penggetar dan bel resonan.
Gambar 7. Dari
generator ultrasonik mekanis ( Wedge resonator ).
Pembuatan salad cream,
campuran es cream, cream soups, emulsi minyak atsiri dan peanut butter.
7.
Aplikasi Emulsi Bahan Pangan
1.
Yogurt dan Tahu Sus
Kasein
susu akan terkoagulasi dan membentuk
tahu bila ditambahkan enzim proteolitik atau asam. Tahu tersebut dapat menjadi
lunak dank eras tergantung pada jumlah kasein dan kalsium dalam susu serta
factor-faktor lainnya. Kasein susu akan terkoagulasi pada titik isoelektriknya
yaitu pada pH 4.6. koagulasi susu menyebabkan gaya tolak-menolak elektrostatik
(energy penghalang melawan penggumpalan) meningkat dan memecah misela-misela.
Pada pembuatan yogurt, susu yang telah dihomogenisasikan
membentuk gel tahu yang lebih cepat dengan konsistensi yang lebih licin dan
lunak dibandingkan dengan bila menggunakan susu yang tidak dihomogenisasi.
Yogurt dapat dibuat dengan mencampur 10,5% padatan susu
tanpa lemak, 7% lemak susu dan 12% sukrosa dengan 3% biakan yang merupakan
campuran Streptococcus lactis dan Lactobacillus bulgaricus, kemudian
diinkubasi pada suhu 43oC selama 18 jam. Pemberian emulsifier atau
stabiliser seperti gelatin akan memberikan hasil yang lebih baik tanpa
menghambat proses pengasaman.
2.
Keju
Keju adalah produk yag dibuat dari tahu
susu sapi atau hewan lainnya. Tahu tersebut diperoleh dengan mengkoagulasikan
kasein susu dengan suatu enzim (biasanya rennin) atau asam (biasanya asam
laktat). Pada proses selanjutnya, tahu tersebut diberi perlakuan pemanasan,
pengepresan, penggaraman, dan pengeraman atau pematangan (biasanya dengan
mikroorganisme tertentu yang disukai).
Homogenisasi susu hanya dilakukan pada
pembuatan keju lunak dengan maksud untuk menyempurnakan daya olesannya serta
mereduksi kehilangan lemak di dalam whey pada waktu tahunya dipisahkan. Untuk
keju semi lunak dan keju keras, tidak dianjurkan menggunakan susu yang dihomogenisasi,
karena homogenisasi menyebabkan peningkatan luas permukaan lemak sehingga
reaksi lipofilik selama proses pematangan akan meningkat dan akibatnya keju
yang diperoleh mempunyai bau dan rasa yang kurang enak.
Pada pembuatan keju, penambahan emulsifier
yang merupakan campuran garam-garam fosfat akan memberikan hasil yang lebih
baik (tekstur dan penampilannya) terutama pada keju-keju yang tidak
difermentasi seperti halnya cottage
cheese.
3.
Mentega
Mentega
adalah suatu emulsi air dalam minyak dengan kandungan air 20% dari berat lemak.
Ait tersebut terdispersi di dalam fase kontinyu yang terdiri dari lemak susu
berbetuk semi padat. Bentuk produk akhirnya adalah padatan dengan sifat plastis
yaitu dapat mengalir bila diberikan suatu gaya yang melebihi byield valuenya.
Bahan baku untuk membuat mentega adalah lemak susu ,
biasanya dalam bentuk krim. Krim tersebut dipisahkan dari susu dan mengandung
30-35% lemak. Sebelum diproses lebih lanjut, krim tersebut harus dipasteurisasi
terlebih dahulu, tetapi jika krim tersebut sudah agak nasam karena terjadi
fermentasi asam laktat, maka sebelum pasteurisasi, krim tersebut harus
dinetralkan dahulu dengan basa yang tidak beracun. Asetil yang dihasilkan oleh
kultur bakteri dapat ditambahkan ked alam krim untuk meningakatkan flavornya.
Berdasarkan jumlah asam laktat yang diukur sekarang krim siap dikocok.
Pengocokan dapat dilakukan dengan system batch atau
system kontinyu yang menggunakan pengaduk mekanis dan dirancang untuk mengubah
system emulsi alamiah di dalam air dan tiap-tiap globula tersebut dikelilingi
oleh membrane fosfolipid yang mengandung lechitin. Pengadukan mekanis pada
proses pengocokan akan memecah membrane ini sehingga globula-globula tersebut
akan bertubrukan satu dengan yang lainnya. Sebagai hasilnya globula-globula
berkumpul bersama dan membentuk granula mentega yang kecil makin lama makin
besar ukurannya dan akhirnya terpisah dari fase air krim. Fase air yang
terpisah ini biasanya disebut buttermilk.
Pada proses pengocokan terjadi pemecahan emulsi dan
granula-granula mentega akan terbentuk pada suhu 50 oF. Pada titik
ini pengadukan dihentikan dan sebagian besar buttermilk dialirkan keluar dari
wadah, keadaan emulsi sudah berubah. Massa buttermilk merupakan komponen utama
dan memerangkap 15% buttermilk didalamnya. Disini butterfat menjadi fase
kontinyu dan sisa buutermilk yang sebagian besar terdiri dai air dengan larutan
laktosa , kasein dan padatan susu lainnya tersuspensi sebagai butiran-butiran
di dalam massa lemak . Kondisi ini terjadi setelah proses pengocokan yang
berlangsung 40 menit. Setelah itu massa mentega dicuci dengan air bersih untuk
mengeluarkan sisa-sisa buttermilknya, kemudian sisa air pencuci dikeluarkan
dank e dalam wadah ditamburkan garam. Proses pengocokan kemudian diteruskan
lagi dengan tujuan untuk menyeragamkan dispersi garam dan memecah butir-butir
air sampai sekecil-kecilnya.
Penambahan garam sebanyak 2,5% dari berat produk akhir
sudah cukup untuk membuat rasanya enak. Disamping itu garam tersebut berfungsi
sebagai bahan pengawet. Karena seluruh garam tersebut larut didalam butir-butir
air dan jumlah air tersebut hanya kira-kira 15% dari berat mentega, maka
konsentrasi garam di dalam air sebenarnya adalah tujuh kali dari2,5% garam yang ditambahkan.Pada konsentrasi ini garam tersebut
berfungsi sebagai pengawet yang kuat di dalam butir-butir air sehingga da[at
mencegah pertumbuhan spora-spora bakteri. Walaupun garam yang ditambahkan telah
berfungsi sebagai pengawet ke dalam mentega biasanya ditambahkan Natrium
benzoate. Selain itu ditambahkan emulsifier seperti lechitin, monogliserida
atau kuning telur dengan tujuan untuk meningkatkan kestabilan emulsinya.
4.
Salad Dressing
Salad dressing atau salad krem adalah suatu emulsi pangan
yang mengandung 30-50% minyak, yang mempunyai bentuk hampir sama dengan
mayonnaise, tetapi umumnya mempunyai kandungan lemak yang lebih rendah serta
menggunakan pasta pati sebagai pengental. Kuning telur, cuka dan bumbu-bumbu
mempunyai fungsi sebagai emulsifier. Pada pembuatan salad dressing perlu
diperhatikan pemasakan patinya, yakni dengan tujuan untuk memperoleh derajat
kekentalan yang diinginkan. Cuka ditambahkan pada pasta pati yang telah dimasak
sebelumnya. Kemudian ditambahkan minyak, kuning telur dan bahan-bahan lainnya
sebelum dilakukan emulsifikasi dengan pengadukan. Lesitin yang terdapat di
dalam kuning telur biasanya akan berfungsi sebagai emulsifier dan gum
tragacanth biasanya sebagai stabiliser. Glingan koloid dapat digunakan untuk
mendispersikan fase internalnya.
DAFTAR PUSTAKA